Kasih
Oleh : Lailatus Syukriyah
Rapat Anggaran baru saja berakhir. Kasih
buru-buru membereskan dokumennya dan beranjak pergi. Ada banyak lahan pertanian di kecamatan Wagun
yang harus ia tinjau. Kasih adalah salah satu stafku di pemerintah daerah
Temanggung. Sebagai Kepala Dinas Pertanian, ia sangat berdedikasi dalam
tugasnya. Kasih tak pernah sekalipun terlambat datang untuk rapat. Selain menetapkan kebijakan, ia juga turun
langsung melakukan peninjauan dan penyuluhan, meski ia telah memiliki staf
sendiri yang mengurusi hal itu. Sebenarnya jika berpikir tentang material saja,
Kasih tak perlu menerima tawaranku sebagai kepala dinas. Apalah artinya kepala
dinas jika ia adalah orang terkaya di Kabupaten Temanggung. Pemilik lahan
pertanian terluas yang sering ia sewakan dengan harga sangat murah kepada
petani-petani miskin. Tiga tahun jabatannya sebagai Kepala Dinas Pertanian, ia
telah berhasil menjadikan kota kami swasembada pangan bahkan penyuplai beras
dan sayuran terbesar di Jawa Tengah.
Aku mengenal Kasih lama sebelum kami
bekerjasama di pemerintah Daerah Temanggung, dua puluh tahun yang lalu. Kasih
adalah teman dekat istriku, Wikan. Mereka
berteman saat kuliah di UGM. Wikan jurusan Geografi Lingkungan dan Kasih
adalah mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian. Selama dua tahun mereka tinggal di
rumah indekos yang sama. Tak heran istriku sangat mengenal Kasih dengan baik. Dua minggu pasca pengumuman
resmi KPUD, sebagai Bupati terpilih, aku harus menentukan siapa staf-staf yang
akan kupinang untuk mendampingiku memimpin Temanggung. Aku terbiasa berdiskusi
dengan istriku di saat anak-anak kami telah tertidur. Begitu pula kali ini,
“Bu, duduk sini sebentar dong. “
“Iya. Setelah matikan lampu kamar anak-anak
ya, pak,” jawab Wikan sembari beranjak. Ritualnya setiap malam adalah
memastikan anak-anak tertidur lalu menemaniku. Wikan telah kembali lalu kami
mengobrol.
“Gimana
pak? Sepertinya lagi banyak yang dipikirkan ya?” tanya Wikan tersenyum. Itu hanya pertanyaan basa-basi. Wikan tahu aku
banyak pikiran. Aku selalu membawa pikiran ke rumah. Curhat dengan Wikan.
Wikan.. selalu dengan sabar mendengarkan certaku. Kali ini tentang kabinet yang
akan ku usung di PEMDA. Ketika kutanyakan tentang Kepala Dinas Pertanian, ia
secara spontan menjawab,” Kasih saja, Pak. Bukan karena Kasih teman ibu, tetapi
bapak bisa lihat sendiri-lah gimana
kiprahnya di bidang pertanian. “
“Emm.. iya juga sih bu. Tapi apakah Kasih
mau? Secara Kasih orang terkaya di Temanggung. Gaji kepala dinas berapa sih
bu.”
“Pak.. kalau bicara soal gaji mungkin Kasih
tidak butuh. Kasih itu jiwa sosialnya tinggi loh pak. Menurut Ibu, Kasih justru akan senang diberikan amanah
ini. Kepala dinas tentunya akan menjadi ladang amal baru buat Kasih. Ibu tahu benar bagaimana
dulu meskipun Kasih orang yang tak berpunya, tapi beliau selalu bercita-cita pengen bisa membantu orang banyak. “
Benar juga kata Wikan. Ketika kutawarkan
amanah ini, ia hanya butuh dua hari untuk berdiskusi dengan suaminya kemudian
mengiyakan permintaanku. Hasilnya? Seperti sekarang ini. Teringat cerita Wikan
tentang perjalanan hidup Kasih yang berliku di masa kuliahnya.
…
“Kasih…!” teriak Wikan.
“Iya. Kenapa
Kan?”
“Aku jadi reseller donatmu boleh ndak?
Kayaknya penggemar donat di fakultasku banyak nih. Sekalian nambah-nambah uang saku hehe.. “
“Boleh aja.
Mau berapa kotak?”
“Satu saja deh Kas Mudah-mudahan laris
manis.”
“Aamiin..”
…
“Ini Kas uang hasil penjualan.
Alhamdulillah hari ini ludes. “ Wikan menyerahkan uang sambil tersenyum.
“Alhamdulillah.. bentar.. dihitung dulu uangnya yaa..”
“Lhah..! Kok banyak banget? Kebanyakan ini.” seru kasih kaget.
“Emang segitu
kok Kas.” Jawab Wikan.
“ Bener? Kamu sudah ambil untungnya?”
“Sudah” jawab Wikan berbohong.
Sebenarnya Wikan sengaja menambahkan uang
ke dalam kotak pembayaran donat. Seringkali bahkan donat yang dijual Wikan
tidak habis sehingga dibagikan secar gratis ke teman-teman fakultasnya. Wikan
bukanlah dari keluarga kaya namun tidak kekurangan. Tidak seperti Kasih, Wikan
lebih beruntung. Wikan tahu persis nasib keluarga Kasih. Awalnya ia hanya tahu
kalau Kasih jarang sekali makan. Mungkin sehari hanya sekali. Ia juga sangat
keras mencari uang. Wikan tahu kekurangan keluarga Kasih sejak Kasih membeli
“keranjang” yang bisa ditempatkan di motor.
“Waah.. baru nih. Buat apa Kas?” Tanya
Wikan penasaran.
“Buat bawa beras. Mau dikirim ke
warung-warung makan.” Jawab Kasih.
“Kamu mau jualan beras juga?”
“Iya”
“Ya Allah Kasih.. kamu ndak capek?”
“ Yaaah.. kalau ndak kepepet ya ndak
jualan Kan.” Jawab Kasih santai.
Wikan baru menyadari setelah mendengar
cerita kasih. Betapa Kasih menanggung beban yang sangat berat. Kasih anak
pertama. Adiknya lima. Satu diantaranya mengalami Down Syndrome. Bapaknya
hanya kerja serabutan. Penyakit adiknya menguras keuangan keluarga. Kasih
sampai berhutang banyak pada rentenir. Karena itu kasih sangat bekerja keras,
dari mulai jualan makanan, jualan beras, sampai jasa ambil antar cetak tugas.
Semua dilakoni Kasih dengan semangat dan sabar. Tak pernah sedikit pun Kasih
mengeluh. Lima tahun Kasih harus melunasi hutang keluarganya disamping harus
merawat adiknya.
“Kuliahmu?” tanya Wikan suatu hari.
“Santai kuliahku beres kok. Aku kan
penerima beasiswa, masa iya aku mengabaikan kuliahku” jawab Kasih.
“Iya deh. Semangat ya, Kas! Jaga kesehatan!
Jangan telat makan. Tubuh perlu nutrisi, otak juga perlu, istirahat yang cukup.
Itu vitamin yang aku kasih diminum tiap hari.”
“Iya bu dokter Bumi.. Cerewet amat sih
haha..” Kasih tertawa.
Empat tahun kasih kuliah. Empat tahun pula
dilaluinya dengan kerja keras. Di sela tugas kuliah yang bejibun, utang
keluarga yang semakin bertambah, Kasih mampu mengatasi itu semua.
…
“Kasih.. selamat yaa! Ciee.. terbaik nih di UGM. Barakallah..”
“Alhamdulillah.. selamat juga ya, Wikan!
Eh, mana suamimu?”
“Itu. “ tunjuk Wikan kepadaku.
“Kenalin doong.. Maaf ya say.. ga bisa datang ke pernikahanmu. Adikku lagi
sakit kemarin, tapi Alhamdulillah.. sekarang sudah sehat.”
“Ndak
papa Kasih.. yang penting doanya. Mas.. sini deh!” seru Wikan memanggilku. Aku
datang menghampiri mereka.
“Mas kenalin..
Ini sahabat aku, Kasih. Kasih.. ini suamiku, mas Ardo.” Wikan memperkenalkan
kami.
“Ardo” aku memperkenalkan diri.
Kasih hanya tersenyum. Inilah awal
perkenalan kami dua puluh tahun yang lalu. Aku banyak berterima kasih pada
Kasih, dialah yang mengajarkan Wikan, bidadariku, arti kerja keras dan
kepekaan. Karenanya, semangat itu pun tertular padaku hingga saatnya aku
memimpin kabupaten Temanggung yang asri ini.
Kasih tidak melanjutkan S2. Ia menikah dua
tahun kemudian dan membangun pertanian di desanya. Usaha Kasih terus
berkembang. Keuletan Kasih yang dipupuk sejak kuliah di Kampus Biru berdampak
pada usahanya. Kini Kasih menjadi tuan tanah terbesar di Temanggung dan seorang
yang terkenal sangat dermawan. Seorang yang dengan senang hati membantuku mewujudkan
kesejahteran masyarakat Temanggung.
Kampus Biru Universitas Gadjah Mada menjadi
saksi perjuangan Kasih. Perjuangan yang penuh duri dan menguras air mata.
Jangankan dengan mencari uang, mahasiswa yang hanya belajar pun harus berjuang
untuk sekedar mendapat nilai B apalagi kalu ingin mendapat nilai A. Ada banyak
Kasih-Kasih yang lain di kampus biru. Banyak diantaranya sukses baik berbisnis
maupun kuliah, namun ada juga yang sukses hanya di salah satunya. Kasih,
kawanku adalah satu diantara banyak mahasiswa kampus biru yang sukses di
keduanya.
…