Kamis, 27 November 2014

Kasih



 Kasih
Oleh : Lailatus Syukriyah


Rapat Anggaran baru saja berakhir. Kasih buru-buru membereskan dokumennya dan beranjak pergi.  Ada banyak lahan pertanian di kecamatan Wagun yang harus ia tinjau. Kasih adalah salah satu stafku di pemerintah daerah Temanggung. Sebagai Kepala Dinas Pertanian, ia sangat berdedikasi dalam tugasnya. Kasih tak pernah sekalipun terlambat datang untuk rapat.  Selain menetapkan kebijakan, ia juga turun langsung melakukan peninjauan dan penyuluhan, meski ia telah memiliki staf sendiri yang mengurusi hal itu. Sebenarnya jika berpikir tentang material saja, Kasih tak perlu menerima tawaranku sebagai kepala dinas. Apalah artinya kepala dinas jika ia adalah orang terkaya di Kabupaten Temanggung. Pemilik lahan pertanian terluas yang sering ia sewakan dengan harga sangat murah kepada petani-petani miskin. Tiga tahun jabatannya sebagai Kepala Dinas Pertanian, ia telah berhasil menjadikan kota kami swasembada pangan bahkan penyuplai beras dan sayuran terbesar di Jawa Tengah.

Aku mengenal Kasih lama sebelum kami bekerjasama di pemerintah Daerah Temanggung, dua puluh tahun yang lalu. Kasih adalah teman dekat istriku, Wikan. Mereka  berteman saat kuliah di UGM. Wikan jurusan Geografi Lingkungan dan Kasih adalah mahasiswa jurusan Budidaya Pertanian. Selama dua tahun mereka tinggal di rumah indekos yang sama. Tak heran istriku sangat mengenal  Kasih dengan baik. Dua minggu pasca pengumuman resmi KPUD, sebagai Bupati terpilih, aku harus menentukan siapa staf-staf yang akan kupinang untuk mendampingiku memimpin Temanggung. Aku terbiasa berdiskusi dengan istriku di saat anak-anak kami telah tertidur. Begitu pula kali ini, “Bu, duduk sini sebentar dong. “

“Iya. Setelah matikan lampu kamar anak-anak ya, pak,” jawab Wikan sembari beranjak. Ritualnya setiap malam adalah memastikan anak-anak tertidur lalu menemaniku. Wikan telah kembali lalu kami mengobrol.

Gimana pak? Sepertinya lagi banyak yang dipikirkan ya?” tanya Wikan tersenyum.  Itu hanya pertanyaan basa-basi. Wikan tahu aku banyak pikiran. Aku selalu membawa pikiran ke rumah. Curhat dengan Wikan. Wikan.. selalu dengan sabar mendengarkan certaku. Kali ini tentang kabinet yang akan ku usung di PEMDA. Ketika kutanyakan tentang Kepala Dinas Pertanian, ia secara spontan menjawab,” Kasih saja, Pak. Bukan karena Kasih teman ibu, tetapi bapak bisa lihat sendiri-lah gimana kiprahnya di bidang pertanian. “

“Emm.. iya juga sih bu. Tapi apakah Kasih mau? Secara Kasih orang terkaya di Temanggung. Gaji kepala dinas berapa sih bu.”

“Pak.. kalau bicara soal gaji mungkin Kasih tidak butuh. Kasih itu jiwa sosialnya tinggi loh pak. Menurut Ibu, Kasih justru akan senang diberikan amanah ini. Kepala dinas tentunya akan menjadi ladang amal  baru buat Kasih. Ibu tahu benar bagaimana dulu meskipun Kasih orang yang tak berpunya, tapi beliau selalu bercita-cita pengen bisa membantu orang banyak. “

Benar juga kata Wikan. Ketika kutawarkan amanah ini, ia hanya butuh dua hari untuk berdiskusi dengan suaminya kemudian mengiyakan permintaanku. Hasilnya? Seperti sekarang ini. Teringat cerita Wikan tentang perjalanan hidup Kasih yang berliku di masa kuliahnya.




“Kasih…!” teriak Wikan.

“Iya. Kenapa Kan?”

“Aku jadi reseller donatmu boleh ndak? Kayaknya penggemar donat di fakultasku banyak nih. Sekalian nambah-nambah uang saku hehe.. “

“Boleh aja. Mau berapa kotak?”

“Satu saja deh Kas Mudah-mudahan laris manis.”

“Aamiin..”




“Ini Kas uang hasil penjualan. Alhamdulillah hari ini ludes. “ Wikan menyerahkan uang sambil tersenyum.

“Alhamdulillah.. bentar.. dihitung dulu uangnya yaa..”

“Lhah..! Kok banyak banget? Kebanyakan ini.” seru kasih kaget.

“Emang segitu kok Kas.” Jawab Wikan.

“ Bener? Kamu sudah ambil untungnya?”

“Sudah” jawab Wikan berbohong.

Sebenarnya Wikan sengaja menambahkan uang ke dalam kotak pembayaran donat. Seringkali bahkan donat yang dijual Wikan tidak habis sehingga dibagikan secar gratis ke teman-teman fakultasnya. Wikan bukanlah dari keluarga kaya namun tidak kekurangan. Tidak seperti Kasih, Wikan lebih beruntung. Wikan tahu persis nasib keluarga Kasih. Awalnya ia hanya tahu kalau Kasih jarang sekali makan. Mungkin sehari hanya sekali. Ia juga sangat keras mencari uang. Wikan tahu kekurangan keluarga Kasih sejak Kasih membeli “keranjang” yang bisa ditempatkan di motor.

“Waah.. baru nih. Buat apa Kas?” Tanya Wikan penasaran.

“Buat bawa beras. Mau dikirim ke warung-warung makan.” Jawab Kasih.

“Kamu mau jualan beras juga?”

“Iya”

“Ya Allah Kasih.. kamu ndak capek?”

“ Yaaah.. kalau ndak kepepet ya ndak jualan Kan.” Jawab Kasih santai.

Wikan baru menyadari setelah mendengar cerita kasih. Betapa Kasih menanggung beban yang sangat berat. Kasih anak pertama. Adiknya lima. Satu diantaranya mengalami Down Syndrome.  Bapaknya hanya kerja serabutan. Penyakit adiknya menguras keuangan keluarga. Kasih sampai berhutang banyak pada rentenir. Karena itu kasih sangat bekerja keras, dari mulai jualan makanan, jualan beras, sampai jasa ambil antar cetak tugas. Semua dilakoni Kasih dengan semangat dan sabar. Tak pernah sedikit pun Kasih mengeluh. Lima tahun Kasih harus melunasi hutang keluarganya disamping harus merawat adiknya.

“Kuliahmu?” tanya Wikan suatu hari.

“Santai kuliahku beres kok. Aku kan penerima beasiswa, masa iya aku mengabaikan kuliahku” jawab Kasih.

“Iya deh. Semangat ya, Kas! Jaga kesehatan! Jangan telat makan. Tubuh perlu nutrisi, otak juga perlu, istirahat yang cukup. Itu vitamin yang aku kasih diminum tiap hari.”

“Iya bu dokter Bumi.. Cerewet amat sih haha..” Kasih tertawa.

Empat tahun kasih kuliah. Empat tahun pula dilaluinya dengan kerja keras. Di sela tugas kuliah yang bejibun, utang keluarga yang semakin bertambah, Kasih mampu mengatasi itu semua.




“Kasih.. selamat yaa! Ciee.. terbaik nih di UGM. Barakallah..”

“Alhamdulillah.. selamat juga ya, Wikan! Eh, mana suamimu?”

“Itu. “ tunjuk Wikan kepadaku.

“Kenalin doong.. Maaf ya say.. ga bisa datang ke pernikahanmu. Adikku lagi sakit kemarin, tapi Alhamdulillah.. sekarang sudah sehat.”

Ndak papa Kasih.. yang penting doanya. Mas.. sini deh!” seru Wikan memanggilku. Aku datang menghampiri mereka.

“Mas kenalin.. Ini sahabat aku, Kasih. Kasih.. ini suamiku, mas Ardo.” Wikan memperkenalkan kami.

“Ardo” aku memperkenalkan diri.

Kasih hanya tersenyum. Inilah awal perkenalan kami dua puluh tahun yang lalu. Aku banyak berterima kasih pada Kasih, dialah yang mengajarkan Wikan, bidadariku, arti kerja keras dan kepekaan. Karenanya, semangat itu pun tertular padaku hingga saatnya aku memimpin kabupaten Temanggung yang asri ini.

Kasih tidak melanjutkan S2. Ia menikah dua tahun kemudian dan membangun pertanian di desanya. Usaha Kasih terus berkembang. Keuletan Kasih yang dipupuk sejak kuliah di Kampus Biru berdampak pada usahanya. Kini Kasih menjadi tuan tanah terbesar di Temanggung dan seorang yang terkenal sangat dermawan. Seorang yang dengan senang hati membantuku mewujudkan kesejahteran masyarakat Temanggung.

Kampus Biru Universitas Gadjah Mada menjadi saksi perjuangan Kasih. Perjuangan yang penuh duri dan menguras air mata. Jangankan dengan mencari uang, mahasiswa yang hanya belajar pun harus berjuang untuk sekedar mendapat nilai B apalagi kalu ingin mendapat nilai A. Ada banyak Kasih-Kasih yang lain di kampus biru. Banyak diantaranya sukses baik berbisnis maupun kuliah, namun ada juga yang sukses hanya di salah satunya. Kasih, kawanku adalah satu diantara banyak mahasiswa kampus biru yang sukses di keduanya.