Pagi itu dengan berlari-lari saya
berusaha mencapai kereta logawa yang sudah mulai berjalan, akhirnya saya
berhasil naik dan duduk di kursi saya. Sebenarnya ada fasilitas transportasi
mobil dari kantor, namun karena saya hanya sendirian (berdua dengan sopir),
saya memilih untuk memakai transportasi umum dengan fresh money di tangan.
Dengan transportasi umum ini saya bisa sekalian mampir-mampir. Mampir rumah dan
mampir tempat saudara yang belum sempat saya kunjungi ketika libur idul firti
yang cukup pendek kemarin.
Tiba di stasiun Klaten, kereta
berhenti. Kemudian naiklah seorang bapak paruh baya yang nomor tempat duduknya
tepat di sebelah saya. Sebelum duduk beliau mencari-cari tempat tas yang
kosong. Saya turut mencarikan. Setelah dapat, beliau duduk. Saya perhatikan
wajahnya, sepertinya kenal. Kemudian saya bertanya, “Bapak turun Jombang ya,
Pak?”
“Iya, kok tahu?” sambil menoleh
ke arah saya. Beliau terkejut.
“Ooo.. kamu to Mbak Ila. Anaknya
Pakdhe Yasin. Pangling aku. Iki mau tekan endi awakmu?”
Nama bapak itu Bapak Joko Tunggul
yang karena di kompleks perumahan saya banyak yang bernama Pak Joko, kamu cukup
menyebut beliau Pak Tunggul saja. Rumahnya satu blok dengan rumah orangtua
saya, selisih lima rumah. Beliau banyak bercerita tentang kisah masa kecilnya.
Masa-masa kuliahnya di UNS yang berat, masa kuliah sambil jual areng sehingga
ketika lulus D3 dengan gelar BA, bukan Bachelor of Arts namun diplesetkan
menjadi (Bakul Areng). Masa ketika pengabdian di daerah, direkrut oleh Pemda
Metro dan Pemda Tulungagung, memutuskan jadi pegawai swasta, sampai akhirnya
pensiun dan membuka usaha pelatihan. Banyak hal yang saya dapatkan. Tidak hanya
sekedar cerita, namun juga nilai perjuangan.
Di tengah, beliau bertanya
tentang kuliah saya, mau ngapain setelah lulus. Lucunya, beliau membumbui
pertanyaannya dengan pesan, “Jangan jadi PNS ya, mbak?” haha.. padahal istri
dan anak kedua beliau PNS. Kemudian beliau bercerita tentang pengalaman beliau
pengabdian di beberapa kota, kemudian karena kinerja yang bagus, pintar dalam
hal keuangan, beliau dilirik oleh Pemda setempat untuk jadi PNS jalur khusus.
Namun beliau menolak. Beliau bilang bahwa sebenarnya pekerjaan PNS itu bisa
selesai sampai jam 11 saja. Selebihnya, sangat tidak produktif. Banyak ngobrol,
banyak gabut. Banyak waktu yang bisa kita gunakan lebih. Seandainya beliau
menerima, pasti pangkatnya sudah tinggi. Namun ada idealisme lain yang beliau
perjuangkan. Keinginan agar bisa lebih banyak waktu untuk keluarga, orangtua,
serta untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai adik-adik
beliau yang masih sekolah.
Beliau kini sudah pensiun.
Pensiun tidak membuat beliau berhenti dari aktivitas. Menganggur itu tidak
enak. Kita akan lebih cepat tua dan cepat pikun. Beliau mendirikan sebuat CV
yang melakukan pelatihan dan uji kompetensi tenaga pendidik. Memfasilitasi
keluhan istri beliau (kebetulan guru saya juga ketika SMP) tentang tenaga
pendidik yang sangat banyak namun tidak kompeten dalam mengajar. CV ini
kemudian banyak memfasilitasi program Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial Kabupaten
Jombang. Sebisa mungkin kita harus selalu produktif. Di Indonesia ini banyak orang tidak
produktif. Jangan menambah-nambah kuota orang tidak produktif. Kalau bisa
lakukanlah sesuatu untuk negara ini. Orang tidak produktif bisa jadi bukan
hanya karena sistem pemerintah yang tidak membawa kemajuan, tapi juga karena
manusianya sendiri yang tidak mau maju. Tidak mau bertindak kreatif.
Percakapan ini berlangsung kurang
lebih tiga jam, dengan sesekali saya timpali. Setelah jam 12.30 sepertinya
beliau lelah dan tertidur. Saya pun demikian. Sampai akhirnya saatnya kami
turun di stasiun Jombang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar