Semenjak ultah
saya yang ke-22 september lalu (masih muda kan yaa.. J ), entah mengapa saya ingin
sekali punya rumah. Saya juga minta dodoakan sama ibu biar bisa punya rumah di
tahun 2016. Ibu saya bilang, “ aamiin..” gitu, lalu bertanya, “Emang tabunganmu
berapa kok pengen punya rumah?” saya jawab, “Anu.. aku ikut undian belanja
mirota buk.. hehe” kontan saja ibu saya tertawa tertahan sedikit lama kemudian
lepas karena ndak tahan. Haha.. emang konyol sih saya yaa.. Tapi, saya tetap
percaya. Mungkin buat saya mustahil. Masih kuliah, belum lulus, masih butuh
duit buat mengerakan skripsi, KKN, masih mengandalkan kiriman orang tua (malu)
dan mengandalkan beasiswa, belum kerja pula. Tapi saya selalu ingat bahwa ‘Tidak
ada yang mustahil bagi Alloh’. Kalau Alloh sudah berkehendak, “Kun-Jadilah! Maka
Jadilah”. Ibu saya juga sering bilang, “minta saja sama Alloh. Gratis kok.
Alloh selau mendengar.” Setiap kali saya kumat ngayalnya hehe.
Mungkin saudara
pembaca sedikit bertanya,”kenapa sih, saya pengen banget punya tumah? Saya kan
masih muda?” nah.. justru karena saya masih muda, saya pengen punya rumah sejak
dini. Biar tidak terlalu banyak pertimbangan. Tapi tetap perlu dipertimbangkan
juga siih.. tidak sekedar punya rumah saja.
Jadi begini,
ketika nanti saya punya rumah, pertimbangan pertama adalah Lokasi. Sejak kecil
saya tinggal di kota (meski kotanya Jombang juga ndak kota-kota banget siih..),
makanya saya pengeen banget tinggal di desa. Yaa.. desanya pinggiran lah.. biar
ndak remote-remote banget. Yang jelas saya pengen punya rumah yang kondisi
lingkungannya masih asri dan kehidupan masyarakatnya guyub. Sedikit syarat
lokasi biar menunjukkan kalau saya kuliah di Geografi, saya ingin tinggal di
daerah dengan morfologi bergelombang sampai datar pada bentuk lahan vulkanik
atau vulkanik tua (yang sudah lama tidak meletus). Tipe akuifer pasiran yang
menandakan air tanah yang melimpah. Untuk saat ini yang saya lirik adalah
Sleman. Yaa.. kali aa ternyata suami saya nanti dosen UGM. Kan tidak terlalu
jauh dari kampus. (ngayal mode on.. J
). Mengapa bukan saya saja yang jadi dosen UGM? Ooh.. itu tidak mungkin
saudara-saudara. Pertama, IP saya jelek. Banyak yang jauh lebih baik daripada
saya. Kedua, saya tidak terlalu dekat dengan dosen yang mungkin bisa
merekomendasikan saya jadi dosen. Ketiga, ini yang paling penting. Saya tidak
ingin jadi dosen. Saya ingin jadi ibunya anak-anak saja. Alias punya sekolah
sendiri, ngajarin anak paud, Tk, sampe SD. Yang besar-besar biar dididik bapaknya
sajalah yaa (Ssopo kuwi? Haa embuh).
Okay. Kembali lagi
pada lokasi. Kalau tidak di daerah vulkanis, saya ingin tinggal di daerah
intervolcano basin. Apa itu? Daerah datar yang dikelilingi oleh gunung api. Contohnya
Jombang, kampung halaman saya. Nah.. sudah tahu kan, sebenarnya saya pengen
tinggal di mana? Kalau tidak di Jombang yaa di Sleman. Mengapa daerah
intervolcano basin yang saya pilih? Jadi daerah intervolacano basin itu masih dipengaruhi
sama aktivitas gunung apai meski tidak secara langsung. Kalau tak jelasin
panjang nanti. Saya juga ndak terlalu pinter. Yang jelas daerah tersebut pasti
kaya air. Tidak gampang kekeringan. Dangkal saja ngebornya, langsung deh
nyumber. Cuma yaa itu, hati-hati kalau nggali kubur hehe. Di samping itu,
daerah ini pasti jadi lumbung pangan. Tanaman pangan kayata padi, jagung,
ketela, kentang, gampang tumbuh di sini. Insya Allah kalau tinggal di sini
tidak kekurangan bahan pangan. Mudah didapat. (Cuma masalahnya punya duit atau
enggak).
Khayalan saya
lagi nih, nanti kalau sudah tua, sudah pensiun, saya pengen bertani. Bertani sayur
dan buah. Juga merawat bunga. Kan enak, kalau tempatnya seperti itu.
Okay. Cukup untuk
saat ini tentang lokasi. Yak.. karena dosen saya sudah datang, saya pun harus
mengakhirinya. Lain kali kita sambung.
Menunggu dosen
di pagi hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar